ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
SILAHKAN SIMAK DAN JANGAN LUPA DI SHARE
“ANAKKU, sebelum jenazah ayahmu dimakamkan izinkan bunda memberi tau
wasiat beliau,” ucap seorang perempuan sembari memegang jasad suaminya
yang telah terbalut kafan.
“Wasiat apakah itu, Bu. Apabila terbukti bisa ditunda, baiknya menantikan setelah jenazah ayah dikebumikan saja.”
“Tidak bisa. Wasiat ini mesti disampaikan sekarang. Almarhum ayahmu berwasiat supaya jangan ada yang menaburkan bunga di atas makamnya.”
Sang anak terkejut. Bukankah menaburkan bunga di atas makam adalah kegiatan yang lazim dilakukan?
“Maaf, Ibu. Benarkah almarhum ayah berwasiat demikian? Bukankah dalam suatu Hadis Riwayat Muslim diriwayatkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Saya melalui dua buah kubur yang penghuninya tengah diadzab. Saya berharap adzab keduanya bisa diringankan dengan syafa’atku selagi kedua belahan pelepah tersebut tetap basah’. Apabila demikian, pemberian benda tergolong bunga selagi keadaan tetap basah dimaksudkan untuk meringankan adzab seseorang yang telah meninggal?” ucap sang anak menyanggah pendapat ibunya.
“Dalam Qur’an Surah Al-Isra: 44, Allah berfirman, ‘Langit yang tujuh, bumi serta semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada-Nya. Serta tidak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, namun kalian sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dirinya adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.’ Sehingga, tidak tersedia bukti yang menunjukkan bahwa pelepah kurma alias bunga bakal berhenti bertasbih apabila dalam keadaan kering.”
“Apabila demikian, mengapa Nabi Muhammad melakukan faktor tersebut?”
“Anakku, lakukanan Nabi SAW tersebut bersifat kasuistik (waqi’ah al-’ain) serta tergolong kekhususan beliau jadi tidak bisa dianalogikan alias ditiru.
“Wasiat apakah itu, Bu. Apabila terbukti bisa ditunda, baiknya menantikan setelah jenazah ayah dikebumikan saja.”
“Tidak bisa. Wasiat ini mesti disampaikan sekarang. Almarhum ayahmu berwasiat supaya jangan ada yang menaburkan bunga di atas makamnya.”
Sang anak terkejut. Bukankah menaburkan bunga di atas makam adalah kegiatan yang lazim dilakukan?
“Maaf, Ibu. Benarkah almarhum ayah berwasiat demikian? Bukankah dalam suatu Hadis Riwayat Muslim diriwayatkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Saya melalui dua buah kubur yang penghuninya tengah diadzab. Saya berharap adzab keduanya bisa diringankan dengan syafa’atku selagi kedua belahan pelepah tersebut tetap basah’. Apabila demikian, pemberian benda tergolong bunga selagi keadaan tetap basah dimaksudkan untuk meringankan adzab seseorang yang telah meninggal?” ucap sang anak menyanggah pendapat ibunya.
“Dalam Qur’an Surah Al-Isra: 44, Allah berfirman, ‘Langit yang tujuh, bumi serta semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada-Nya. Serta tidak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, namun kalian sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dirinya adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.’ Sehingga, tidak tersedia bukti yang menunjukkan bahwa pelepah kurma alias bunga bakal berhenti bertasbih apabila dalam keadaan kering.”
“Apabila demikian, mengapa Nabi Muhammad melakukan faktor tersebut?”
“Anakku, lakukanan Nabi SAW tersebut bersifat kasuistik (waqi’ah al-’ain) serta tergolong kekhususan beliau jadi tidak bisa dianalogikan alias ditiru.
Faktor ini
dikarenakan beliau tidak melakukan
faktor yang serupa pada kubur-kubur yang lain. Begitu pula para sahabat
tidak sempat melakukannya. Jadi keringanan adzab kubur yang dialami
kedua penghuni kubur tersebut adalah dikarenakan doa serta syafa’at Nabi
SAW terhadap mereka, bukan pelepah kurma tersebut.”
Kondisi hening. Sang anak mulai mencerna, apakah perkataan ibunya terbukti benar. Lalu apabila benar, mengapa tabur bunga begitu tidak sedikit dilakukan? Tiba-tiba, Ibunya kembali melanjutkan pembicaraan.
“Anakku, ketahuilah ada seorang ulama hadis Mesir, Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah mengatakan, ‘Lakukanan ini (tabur bunga) digalakkan oleh tidak sedikit orang, padahal faktor tersebut tidak mempunyai sandaran dalam agama. Faktor ini dilatarbelakangi oleh sikap berlebih-lebihan serta sikap mengekor kaum Nasrani.”
Ibunya kembali mengatakan, “Apa yang terjadi, terutama di negeri Mesir adalah contoh dari faktor ini. Orang Mesir pun melakukan tradisi tebar bunga di atas pusara alias saling menghadiahkan bunga sesama mereka. Orang-orang meletakkan bunga di atas pusara kerabat alias kolega mereka sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka yang telah wafat,’ (Ta’liq Ahmad Syakir terhadap Sunan At Tirmidzi 1/103, dinukil dari Ahkaamul Janaaizhal. 254). Dari itulah, mengapa almarhum ayahmu bersikeras supaya makamnya tidak ditaburi bunga.”
“Baiklah, Bu. Apabila terbukti demikian baiknya wasiat ayah dilaksanakan. Semoga saja, apa yang menjadi wasiat ayah berkualitas kebaikan. Aamiin.”
“Satu faktor lagi yang wajib dirimu ketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW pasti diberi mukjizat oleh Allah atas performanya menonton azab kubur. Jadi dengan cara khusus melakukan demikian. Sedangkan apabila kami yang melakukan dikhawatirkan mengandung sindiran serta celaan terhadap penghuni kubur.”
Ibunya menegaskan, “Apabila menabur bunga dijadikan argumen untuk meringankan adzab, faktor tersebut adalah salah satu bentuk berkurang baik sangka (su’uzhan) terhadap penghuni kubur, sebab menganggapnya sebagai pelaku maksiat yang tengah diadzab oleh Allah di dalam kuburnya sebagai balasan atas lakukanannya di dunia. Padahal, kami tidak mengenal apakah penghuni kubur tersebut diazab alias tidak. Pengetahuan kami terhadap alam mistik tidak bisa disejajarkan dengan Nabi Muhammad.”
Kondisi hening. Sang anak mulai mencerna, apakah perkataan ibunya terbukti benar. Lalu apabila benar, mengapa tabur bunga begitu tidak sedikit dilakukan? Tiba-tiba, Ibunya kembali melanjutkan pembicaraan.
“Anakku, ketahuilah ada seorang ulama hadis Mesir, Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah mengatakan, ‘Lakukanan ini (tabur bunga) digalakkan oleh tidak sedikit orang, padahal faktor tersebut tidak mempunyai sandaran dalam agama. Faktor ini dilatarbelakangi oleh sikap berlebih-lebihan serta sikap mengekor kaum Nasrani.”
Ibunya kembali mengatakan, “Apa yang terjadi, terutama di negeri Mesir adalah contoh dari faktor ini. Orang Mesir pun melakukan tradisi tebar bunga di atas pusara alias saling menghadiahkan bunga sesama mereka. Orang-orang meletakkan bunga di atas pusara kerabat alias kolega mereka sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka yang telah wafat,’ (Ta’liq Ahmad Syakir terhadap Sunan At Tirmidzi 1/103, dinukil dari Ahkaamul Janaaizhal. 254). Dari itulah, mengapa almarhum ayahmu bersikeras supaya makamnya tidak ditaburi bunga.”
“Baiklah, Bu. Apabila terbukti demikian baiknya wasiat ayah dilaksanakan. Semoga saja, apa yang menjadi wasiat ayah berkualitas kebaikan. Aamiin.”
“Satu faktor lagi yang wajib dirimu ketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW pasti diberi mukjizat oleh Allah atas performanya menonton azab kubur. Jadi dengan cara khusus melakukan demikian. Sedangkan apabila kami yang melakukan dikhawatirkan mengandung sindiran serta celaan terhadap penghuni kubur.”
Ibunya menegaskan, “Apabila menabur bunga dijadikan argumen untuk meringankan adzab, faktor tersebut adalah salah satu bentuk berkurang baik sangka (su’uzhan) terhadap penghuni kubur, sebab menganggapnya sebagai pelaku maksiat yang tengah diadzab oleh Allah di dalam kuburnya sebagai balasan atas lakukanannya di dunia. Padahal, kami tidak mengenal apakah penghuni kubur tersebut diazab alias tidak. Pengetahuan kami terhadap alam mistik tidak bisa disejajarkan dengan Nabi Muhammad.”
0 Response to "TOLONG DI BAGIKAN : Jangan Tabur Bunga di Atas Makam Ayahmu, Nak… Karena Bisa Menjadi...."
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.